BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan, simbol-simbol serta
ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika sekolah dasar
seperti tertuang dalam GBPP Sekolah Dasar tahun 2004 bertujuan “Melatih cara
berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten”(Depdikbud,
2004:75)
Oleh karena itu konsep-konsep
matematika haruslah dipahami oleh siswa sekolah dasar secara dini, yang pada
akhirnya terampil dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan matematika diharapkan dapat
membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis
yang sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan namun sayangnya,
pengembangan sistem atau model pembelajaran matematika tidak sejalan dengan
perkembangan berpikir anak terutama pada anak-anak usia SD. Apa yang dianggap
logis dan jelas oleh para guru dan apa yang dapat diterima oleh orang yang
berhasil mempelajarinya, merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan
bagi anak-anak.
Kenyataan ini dapat ditemukan setelah
peneliti mengadakan diskusi dengan para guru SDN I Granting Kecamatan Jogonalan
Kabupaten Klaten. Bahwa pada umumnya anak-anak mengalami kesulitan dalam mata
pelajaran matematika. Terutama menghitung luas permukaan bangun ruang.
Matematika bagi anak SD berguna untuk
kepentingan hidup dalam lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya dan
banyak yang dijumpai di lingkungan siswa sebagai sumber belajar, sebagai contoh
“bentuk-bentuk dan ukuran bangun ruang bekas bungkus barang. Hal ini sesuai
prinsip pembelajaran memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar.
Perkembangan anak itu berbeda
dengan orang dewasa, hal ini tampak jelas baik dalam bentuk fisiknya maupun
dalam cara-cara berpikir dan bertindak. Keadaan ini sering dilupakan guru,
bahwa siswa dianggap dapat berpikir seperti orang dewasa. Padahal anak usia SD
pada umumnya berada pada tahap berpikir operasional konkret. Kenyataan di
lapangan para guru dalam model pembelajaran hanya dalam bentuk verbal, sehingga
anak tidak dapat memecahkan, sesuai dengan teori Piaget bahwa usia 7 – 11 tahun
perkembangan kognitif anak disebut Stadium operasional konkret.
Sesuai dengan teori Piaget di atas
bahwa dalam pembelajaran diperlukan suatu media sebagai alat memecahkan masalah
khususnya pada menghitung luas bangun ruang, medianya dapat berupa benda
konkret. Sehingga dengan menggunakan benda konkret anak mampu melakukan
aktivitas logis dalam batas konkret, untuk memecahkan masalah.
Dengan menggunakan benda konkret di
sekitar lingkungan siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Resniek, 1981 : 110) bahwa
perkembangan kognitif anak dimulai dari belajar melalui benda-benda konkret,
dilanjutkan pada belajar melalui gambar-gambar dan diagram-diagram (semi
konkret dan semi abstrak) kemudian belajar melalui simbol-simbol atau tanda.
Berdasarkan pengamatan lapangan yang
dilakukan peneliti di SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten
pelaksanaan pembelajaran matematika belum berpusat pada siswa cenderung
berpusat pada guru sehingga siswa pasif dalam belajar, kecenderungan ini
disebabkan kurangnya guru dalam menggunakan media pada benda-benda konkret
sekitar siswa sangat menunjang dalam proses pembelajaran.
Kurangnya alat peraga matematika,
tuntutan kurikulum yang harus dipenuhi oleh guru agar target pencapain
kurikulum sesuai, maka pembelajaran matematika yang ada di sekolah dasar
cenderung monoton tanpa melihat proses sehingga dalam memahami luas bangun
ruang mengalami kesulitan.
Disamping itu pemahaman guru tentang
perkembangan peserta didik kurang diperhatikan. Pada dasarnya anak itu bukanlah
tiruan dari orang dewasa. Anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Anak-anak
mempunyai kemampuan intelektual yang sangat berbeda dengan orang dewasa.
Cara-cara berpikir anak berbeda dengan cara-cara berpikir orang dewasa. Hal
inilah perlu mendapat perhatian terutama tentang kesiapan untuk belajar dan
bagaiamana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya.
Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran diperlukan strategi pembelajaran
matematika harus sesuai dengan perkembangan intelektual akan perkembangan
tingkat berpikir anak.
Adanya kebiasaan guru untuk membatasi
kebebasan mengeluarkan pendapat sangat merugikan kreativitas siswanya, sehingga
apa yang dipelajari siswa dalam matematika kurang bermakna. Seorang guru
hendaknya menggunakan benda-benda atau objek-objek sekitar siswa untuk
membelajarkan matematika kepada siswa. Hal ini sangat bermanfaat apa yang
dipelajari siswa dalam matematika lebih bermakna baik secara logis maupun psikologis
karena sesuai dengan pengalaman anak.
Benda-benda sekitar siswa dapat
dijadikan alat peraga yang murah dan mudah didapat. Serta bermanfaat bagi
pelaksanaan model pembelajaran dengan alat peraga siswa lebih termotivasi,
aktif dan kreatif, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanipulatif
dan bermain secara terpadu sehingga pengawasan siswa terhadap matematika lebih
aktif.
Berdasarkan latar belakang di atas,
agar pembelajaran tidak merugikan siswa dan memungkinkan siswa lebih berkembang
kemampuannya, maka perlu diberi cara pemecahannya dengan menciptakan suasana
belajar yang kondusif serta menyesuaikan karakter siswa sekolah dasar yang
masih suka dengan benda-benda konkret. Penerapan pembelajaran tersebut juga
berdasarkan pada perkembangan anak. Oleh karena itu dilakukan penelitian
tindakan kelas dengan judul : Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun
Ruang Melalui Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas VI SDN I Granting Kecamatan
Jogonalan Kabupaten Klaten.
Dari hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan tentang salah satu strategi pembelajaran matematika
yang dapat dilakukan guna meningkatkan kemampuan belajar matematika siswa
tentang menghitung luas bangun ruang.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka
penelitian ini difokuskan pada peningkatan kemampuan menghitung luas bangun
ruang dengan memanfaatkan benda-benda konkret sekitar siswa di kelas VI SDN I
Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten. Dengan demikian dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah Meningkatkan Kemampuan Menghitung
Luas Bangun Ruang Melalui Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas VI SDN I Granting
Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten.
C.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang
telah di rumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a.
Tujuan
Umum
Tujuan peneliti yang
diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru dan siswa untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.
b.
Tujuan
Khusus
Adapaun tujuan khusus dari
penelitian adalah untuk meningkatkan kemampuan
menghitung luas bangun ruang melalui benda konkret di sekitar siswa kelas VI
SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak, antara lain :
1.
Sebagai masukan secara langsung
bagi guru tentang pembelajaran menggunakan benda-benda konkret sekitar siswa
guna meningkatkan kemampuan menghitung luas bangun ruang, Sehingga menambah
wawasan dalam melaksanakan strategi pembelajaran matematika di kelas.
2.
Sebagai pengalaman langsung
bagi siswa mengenai adanya pemberian kebebasan dalam belajar secara aktif dan
kreatif sesuai dengan perkembangan kognitifnya terutama dalam hal meningkatkan
kemampuan menghitung luas bangun ruang.
3.
Sebagai pengalaman langsung
bagi peneliti dalam menanyakan pembelajaran
dengan menggunakan benda konkret sekitar siswa dan untuk mengembangkan
diri secara profesional termasuk mampu menilai dan memperbaiki kinerja sendiri.
4.
Sebagai wawasan untuk mengambil
kebijakan dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran matematika.