This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 21 Februari 2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan, simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika sekolah dasar seperti tertuang dalam GBPP Sekolah Dasar tahun 2004 bertujuan “Melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten”(Depdikbud, 2004:75)
Oleh karena itu konsep-konsep matematika haruslah dipahami oleh siswa sekolah dasar secara dini, yang pada akhirnya terampil dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan matematika diharapkan dapat membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan namun sayangnya, pengembangan sistem atau model pembelajaran matematika tidak sejalan dengan perkembangan berpikir anak terutama pada anak-anak usia SD. Apa yang dianggap logis dan jelas oleh para guru dan apa yang dapat diterima oleh orang yang berhasil mempelajarinya, merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak-anak.
Kenyataan ini dapat ditemukan setelah peneliti mengadakan diskusi dengan para guru SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten. Bahwa pada umumnya anak-anak mengalami kesulitan dalam mata pelajaran matematika. Terutama menghitung luas permukaan bangun ruang.
Matematika bagi anak SD berguna untuk kepentingan hidup dalam lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya dan banyak yang dijumpai di lingkungan siswa sebagai sumber belajar, sebagai contoh “bentuk-bentuk dan ukuran bangun ruang bekas bungkus barang. Hal ini sesuai prinsip pembelajaran memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar.
Perkembangan anak itu berbeda dengan orang dewasa, hal ini tampak jelas baik dalam bentuk fisiknya maupun dalam cara-cara berpikir dan bertindak. Keadaan ini sering dilupakan guru, bahwa siswa dianggap dapat berpikir seperti orang dewasa. Padahal anak usia SD pada umumnya berada pada tahap berpikir operasional konkret. Kenyataan di lapangan para guru dalam model pembelajaran hanya dalam bentuk verbal, sehingga anak tidak dapat memecahkan, sesuai dengan teori Piaget bahwa usia 7 – 11 tahun perkembangan kognitif anak disebut Stadium operasional konkret.
Sesuai dengan teori Piaget di atas bahwa dalam pembelajaran diperlukan suatu media sebagai alat memecahkan masalah khususnya pada menghitung luas bangun ruang, medianya dapat berupa benda konkret. Sehingga dengan menggunakan benda konkret anak mampu melakukan aktivitas logis dalam batas konkret, untuk memecahkan masalah.
Dengan menggunakan benda konkret di sekitar lingkungan siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Resniek, 1981 : 110) bahwa perkembangan kognitif anak dimulai dari belajar melalui benda-benda konkret, dilanjutkan pada belajar melalui gambar-gambar dan diagram-diagram (semi konkret dan semi abstrak) kemudian belajar melalui simbol-simbol atau tanda.
Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan peneliti di SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten pelaksanaan pembelajaran matematika belum berpusat pada siswa cenderung berpusat pada guru sehingga siswa pasif dalam belajar, kecenderungan ini disebabkan kurangnya guru dalam menggunakan media pada benda-benda konkret sekitar siswa sangat menunjang dalam proses pembelajaran.
Kurangnya alat peraga matematika, tuntutan kurikulum yang harus dipenuhi oleh guru agar target pencapain kurikulum sesuai, maka pembelajaran matematika yang ada di sekolah dasar cenderung monoton tanpa melihat proses sehingga dalam memahami luas bangun ruang mengalami kesulitan.
Disamping itu pemahaman guru tentang perkembangan peserta didik kurang diperhatikan. Pada dasarnya anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa. Anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Anak-anak mempunyai kemampuan intelektual yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Cara-cara berpikir anak berbeda dengan cara-cara berpikir orang dewasa. Hal inilah perlu mendapat perhatian terutama tentang kesiapan untuk belajar dan bagaiamana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran diperlukan strategi pembelajaran matematika harus sesuai dengan perkembangan intelektual akan perkembangan tingkat berpikir anak.
Adanya kebiasaan guru untuk membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat sangat merugikan kreativitas siswanya, sehingga apa yang dipelajari siswa dalam matematika kurang bermakna. Seorang guru hendaknya menggunakan benda-benda atau objek-objek sekitar siswa untuk membelajarkan matematika kepada siswa. Hal ini sangat bermanfaat apa yang dipelajari siswa dalam matematika lebih bermakna baik secara logis maupun psikologis karena sesuai dengan pengalaman anak.
Benda-benda sekitar siswa dapat dijadikan alat peraga yang murah dan mudah didapat. Serta bermanfaat bagi pelaksanaan model pembelajaran dengan alat peraga siswa lebih termotivasi, aktif dan kreatif, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanipulatif dan bermain secara terpadu sehingga pengawasan siswa terhadap matematika lebih aktif.
Berdasarkan latar belakang di atas, agar pembelajaran tidak merugikan siswa dan memungkinkan siswa lebih berkembang kemampuannya, maka perlu diberi cara pemecahannya dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif serta menyesuaikan karakter siswa sekolah dasar yang masih suka dengan benda-benda konkret. Penerapan pembelajaran tersebut juga berdasarkan pada perkembangan anak. Oleh karena itu dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul : Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun Ruang Melalui Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas VI SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang salah satu strategi pembelajaran matematika yang dapat dilakukan guna meningkatkan kemampuan belajar matematika siswa tentang menghitung luas bangun ruang.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini difokuskan pada peningkatan kemampuan menghitung luas bangun ruang dengan memanfaatkan benda-benda konkret sekitar siswa di kelas VI SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten. Dengan demikian dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun Ruang Melalui Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas VI SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten.

C.    Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah di rumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
a.         Tujuan Umum
Tujuan peneliti yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru dan siswa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
b.         Tujuan Khusus
Adapaun tujuan khusus dari penelitian adalah untuk meningkatkan kemampuan menghitung luas bangun ruang melalui benda konkret di sekitar siswa kelas VI SDN I Granting Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten.

D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak, antara lain :
1.      Sebagai masukan secara langsung bagi guru tentang pembelajaran menggunakan benda-benda konkret sekitar siswa guna meningkatkan kemampuan menghitung luas bangun ruang, Sehingga menambah wawasan dalam melaksanakan strategi pembelajaran matematika di kelas.
2.      Sebagai pengalaman langsung bagi siswa mengenai adanya pemberian kebebasan dalam belajar secara aktif dan kreatif sesuai dengan perkembangan kognitifnya terutama dalam hal meningkatkan kemampuan menghitung luas bangun ruang.
3.      Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam menanyakan pembelajaran  dengan menggunakan benda konkret sekitar siswa dan untuk mengembangkan diri secara profesional termasuk mampu menilai dan memperbaiki kinerja sendiri.
4.      Sebagai wawasan untuk mengambil kebijakan dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran matematika.